oleh Joko Suharto
Katakanlah,“Apakah akan Kami
beritahukan kepadamu tentang orang yang paling merugi perbuatannya?”.
Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan di
dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka telah berbuat
sebaik-baiknya. (QS. Al-Kahfi: 103-104).
Di dalam
kehidupan masyarakat kita sekarang ini berkembang anggapan bahwa jabatan
dan/atau kekayaan adalah ukuran dari kesuksesan hidup seseorang....
Benarkah seperti itu??. ... Anggapan dan penilaian manusia tidak
selamanya benar, karena manusia cenderung dipengaruhi oleh hasrat
naluriahnya di samping akal dan kemampuan nalarnya yang sangat terbatas.
Maka sering terjadi adanya orang yang mengaggap keputusan yang
diambilnya merupakan suatu kebenaran tetapi sebenarnya justru apa yang
dilakukan itu merupakan suatu kesalahan yang sangat merugikan.
Bersemangat
mengejar cita-cita atau mewujudkan ambisi, dinilai sebagai suatu sikap
yang sangat baik bila dipandang dari kacamata manusia secara umum.
Tetapi siapa tahu bila dibalik cita-cita itu mungkin terkandung dorongan
nafsu hasrat yang “buruk”, atau dalam upaya pencapaian cita-cita
tersebut terkandung cara-cara yang melanggar norma, melalui kolusi,
nepotisme, menyogok, ataupun dilakukan secara tidak sportif lainnya.
Yang berarti tidak semua semangat mencapai cita-cita dalam kehidupan
ini akan sejalan dengan tuntunan agama, atau dalam kata lain tidak semua
yang dinilai baik oleh pikiran manusia itu akan selalu sejalan dengan
kebenaran dan mendapat Ridho dari Allah SWT.
Ambisi-ambisi
manusia pada umumnya akan mengarah pada ambisi jabatan atau kekuasaan,
ambisi kekayaan materi atau kemewahan, ambisi ketenaran atau sanjungan,
dan juga ambisi ”kelanggengan” dalam hal kenikmatan tertentu.
Bila
kita perhatikan, bahwa bilamana seseorang telah memperoleh jabatan yang
didasari atau didorong ambisi jabatan atau kekuasaan dan/atau kekayaan,
maka akan nampak bahwa dalam pelaksanaan tugasnya akan kurang
memberikan makna bagi keberhasilan kerja sebagaimana mestinya. Bagi
mereka para “pejabat” yang berkelakuan seperti ini meski pada mulanya
nampak memperoleh kesenangan atau kepuasan bagi dirinya namun pada
umumnya di masa kelanjutannya mereka akan banyak menghadapi berbagai
permasalahan dan kerugian-kerugian. Kehidupan menjadi tidak tenang,
banyak benturan permasalahan, rendahnya derajat kemuliaan, ataupun hari
tua yang menyengsarakan.
Rosulullah saw. pernah
bersabda, “Ketika kamu sangat ambisi dengan kekuasaan, kelak akan
menyesal pada hari Kiamat”.(HR. Bukhari dan An-Nasa’i).
Jabatan
adalah suatu “amanah”, apalagi bila jabatan itu sebagai jabatan publik,
yang tidak pantas untuk dikejar dan diminta. Maka jabatan sebagai suatu
amanah harusnya semua tugas harus dilaksanakan secara sungguh-sungguh
sehingga memberikan makna kemaslahatan. Oleh karena itu dalam jabatan
dibutuhkan kemampuan, keahlian, kesungguhan, sehingga kondisi kegiatan
akan berlangsung efektif sebagaimana tuntutan kebutuhannya. Bilamana
terdapat kelalaian maupun ke-tidak mampuan dalam pelaksanaan tugas maka
akan berdampak kerugian yang berkepanjangan bagi masyarakat. Oleh karena
itu, sungguh suatu kejahatan
bilamana seseorang menginginkan jabatan tetapi tidak didukung oleh
kemampuan yang sesuai, atau seorang “pejabat” telah lalai terhadap tugas
yang diembannya.
Rosulullah saw pernah bersabda,
“Demi Allah, Aku tidak akan mengangkat seseorang untuk memangku suatu
jabatan, orang yang meminta-minta agar dirinya diangkat, bahkan tidak
pula bagi orang yang mengharap-harap (berambisi) untuk itu”. (HR.
Muslim, 1792)
Bila kita perhatikan kondisi kehidupan
masyarakat kita di saat ini akan nampak banyak hal yang memprihatinkan,
tatanan kehidupan yang masih banyak kesemrawutan, system pelayanan yang
nampak kurang berjalan baik, termasuk pelayanan hukum dan pendidikan,
suatu kondisi yang menunjukan banyaknya kelalaian yang dilakukan oleh
para “pejabat publik” dalam memenuhi amanah dan/atau tugasnya. Mengapa
keburukan itu dapat terjadi?, sangat mungkin disebabkan oleh masih
banyaknya penyimpangan pada niat atau tujuan dari para pejabatnya saat
mereka memperoleh jabatan-jabatan mereka itu.
Apakah kita
juga akan ikut andil dalam membuat kerusakan-kerusakan??
Umat
Muhammad adalah golongan umat yang berusaha menjalani kehidupan secara
tertib, menjadi manusia beriman dan ihsan. Umat yang menjalani hidup dan
beramal secara serius, khusyuk, menghindari cara bekerja yang
asal-asalan, karena menyadari bahwa cara bekerja yang asal-asalan
bukanlah suatu perbuatan pengabdian kepada Allah, tetapi itu justru
suatu perbuatan yang terbawa oleh dorongan nafsu syaitan!. Maka,
sekiranya kita sedang menduduki suatu jabatan ataupun sedang melakukan
suatu pekerjaan, hendaklah kita melakukan dengan kesungguhan, mengejar
hasil yang sebaik mungkin, yaitu sebagai ibadah kita kepada Allah SWT.,
dan yang tidak dikotori oleh dorongan nafsu hasrat untuk kepentingan
pribadi.
Bilamana kita tidak mau berusaha melaksanakan
tugas kita secara baik, lalu, kapan lagi kita akan beribadah kepada
Allah?. Hari ini kita masih hidup dan masih berkesempatan untuk
melakukan hal-hal kebaikan, sedangkan hari esok?, entah kita tidak tahu
nasib diri kita di hari esok!?. Sungguh, merugilah mereka yang tidak
memanfaatkan waktu dan kesempatan yang ada padanya secara baik.
Semoga
kita menjadi hamba Allah yang sebaik-baiknya. Insya Allah.
Wallahu
A’lam bial-shawab.